JAKARTA , HINews - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan surat nomor 1201/PB. 01/A. 1.03.08/99/11/2023. Surat ini berisi pedoman bagi warga dan khususnya para pengurus NU di semua tingkatan yang terlibat dalam kepesertaan Pemilu 2024.
Surat tersebut ditandatangani Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Sekretaris Jenderal PBNU H Saifullah Yusuf pada Rabu (15/11/2023).
Baca Juga: Ketika NU Cawe-Cawe Urusan Politik
"Dalam rangka memberikan pedoman kepada warga Nahdlatul Ulama dalam menggunakan hak-hak politiknya agar ikut mengembangkan budaya politik yang sehat dan bertanggung jawab, serta dalam rangka menjaga jati diri Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah Ijtima’iyah di tengah dinamika politik menjelang Pemilihan Umum Tahun 2024," demikian bunyi surat itu.
PBNU menegaskan agar warga dan pengurus NU menjadikan Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU sebagai landasan aktivitas politik. Untuk diketahui, hal tersebut merupakan keputusan Muktamar ke-28 NU Tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.
Berikutnya, sebagai bagian dari pelaksanaan “Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU” tersebut, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Selasa (14/11/2033) memutuskan lima hal.
Pertama, seluruh pengurus NU dan perangkat perkumpulan NU di semua tingkatan kepengurusan serta Pimpinan Lembaga Pendidikan/Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama yang masuk dalam Daftar Calon Tetap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, secara otomatis dinyatakan nonaktif sejak tanggal penetapan Daftar Calon Tetap dimaksud.
Baca Juga: Erick Thohir Jabat Ketua Lakpesdam PBNU
Kedua, seluruh pengurus NU dan perangkat NU di semua tingkatan kepengurusan serta pimpinan lembaga pendidikan/perguruan tinggi NU yang masuk dalam Tim Kerja Pemenangan Calon Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia secara otomatis dinyatakan nonaktif sejak tanggal penetapan oleh masing-masing Tim Pemenangan Calon Presiden/Wakil Presiden.
Ketiga, dalam hal pengurus yang masuk dalam Daftar Calon Tetap sebagaimana dimaksud huruf a di atas adalah Rais atau Ketua, maka berlaku ketentuan Pasal 51 Ayat (4), (5), (6), dan (7) Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, yang telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 12 Tahun 2022 tentang Rangkap Jabatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rangkap Jabatan.
Keempat, mekanisme penonaktifan pengurus dan pelimpahan fungsi jabatan pengurus sebagaimana dimaksud serta pemberhentian pengurus sebagaimana dimaksud di atas merujuk kepada Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan.
Baca Juga: Pasangan Capres/Cawapres Berebut Suara di 2 Ormas Islam Terbesar di Indonesia
Kelima, ketentuan mengenai masa nonaktif berlaku sampai dengan pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Di samping itu, PBNU juga menugaskan kepada seluruh Ketua Lembaga dan Badan Khusus PBNU, Ketua Umum Badan Otonom Tingkat Pusat, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama, dan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama untuk menindaklanjuti keputusan sebagaimana dimaksud di atas sesuai ketentuan yang berlaku. Pun diminta untuk menyampaikan laporan secara tertulis kepada PBNU selambat-lambatnya tanggal 30 November 2023.**
Editor : Redaksi