Perlukah RUPSLB Bank BJB di Akhir Januari 2025?

Oleh: Ahmad Hidayat, Anggota Fraksi Golkar DPRD Provinsi Jawa Barat

Bank BJB, sebagai salah satu institusi keuangan daerah terbesar, memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas operasional, kepercayaan publik, dan kepentingan pemegang saham.

Namun, rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada akhir Januari 2025 dengan agenda pergantian pengurus menimbulkan sejumlah pertanyaan strategis.

Hal ini semakin relevan mengingat beberapa momen penting yang berdekatan, seperti pelantikan gubernur baru pada Februari, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di bulan April, dan proyek strategis penerbitan Sustainability Bond serta Perpetual Bond.

Apakah RUPSLB mendesak dilaksanakan, atau justru lebih baik ditunda?

Perspektif Organisasi dan Tata Kelola

Dari sisi organisasi, RUPSLB dapat menjadi langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan kepemimpinan jika pergantian pengurus memang diperlukan demi kinerja atau strategi baru. Namun, risiko besar juga mengintai. Pergantian mendadak sebelum pelantikan gubernur baru berpotensi menciptakan disharmoni antara manajemen bank dan pemerintahan baru, yang bisa mengganggu arah strategis.

Dari sisi tata kelola, pelaksanaan RUPSLB tanpa urgensi operasional yang jelas dapat dianggap melanggar prinsip good corporate governance (GCG), khususnya akuntabilitas dan transparansi. Sebagai pemegang saham mayoritas, pemerintah provinsi baru memiliki hak untuk terlibat dalam keputusan strategis seperti ini. Mengabaikan hak tersebut bisa menimbulkan persepsi negatif, baik dari investor maupun masyarakat.

Risiko Internal dan Dampaknya pada Proyek Strategis

Pergantian pengurus dalam waktu dekat juga membawa risiko ketidakstabilan internal. Tim manajemen mungkin mengalami disorientasi, proyek strategis seperti Sustainability Bond dan Perpetual Bond dapat tertunda, dan moral karyawan bisa terdampak negatif akibat ketidakpastian. Padahal, kedua proyek tersebut sangat penting untuk memperkuat modal inti dan mendukung keberlanjutan bank di masa depan.

Investor pun mengharapkan stabilitas manajemen. Keputusan yang tergesa-gesa dapat merusak reputasi bank, menurunkan minat pasar terhadap obligasi, dan mengurangi kepercayaan mitra bisnis.

Aspek Etika dan Kepentingan Pemangku Kepentingan

Dari sudut pandang etika, menunda RUPSLB hingga pelantikan gubernur baru adalah langkah yang mencerminkan penghormatan terhadap pemerintahan baru. Hal ini juga membantu menghindari persepsi bahwa pergantian pengurus dilakukan atas dasar politis. Sebagai entitas publik, Bank BJB harus memprioritaskan keputusan berbasis kepentingan bisnis, bukan politik, demi menjaga reputasi profesionalnya.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Melaksanakan RUPSLB pada akhir Januari 2025 lebih berisiko daripada menguntungkan. Ketidakstabilan internal, potensi konflik dengan pemerintahan baru, serta dampak negatif pada proyek strategis dan reputasi bank menjadi alasan kuat untuk menunda RUPSLB.

Sebagai rekomendasi:

  1. Tunda RUPSLB hingga RUPST: Agenda pergantian pengurus dapat dilakukan bersamaan dengan RUPST untuk menjaga stabilitas dan prinsip GCG.
  2. Libatkan Gubernur Baru: Keputusan strategis harus selaras dengan visi pemerintahan baru.
  3. Fokus pada Proyek Strategis: Pastikan keberhasilan Sustainability Bond dan Perpetual Bond.
  4. Komunikasikan Transparansi: Publikasikan alasan di balik keputusan secara terbuka untuk mencegah persepsi negatif.


Keputusan strategis seperti ini membutuhkan kebijaksanaan, integritas, dan fokus pada kepentingan jangka panjang. Dengan pendekatan yang tepat, Bank BJB dapat terus menjadi lembaga keuangan yang stabil dan terpercaya, sekaligus mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan.**

Editor : Redaksi