LPKAN Sebut Meski Korupsi Hanya 50 Juta Pelakunya Harus Dihukum

avatar Harian Indonesia News
Kantor Kejaksaan Agung
Kantor Kejaksaan Agung

JAKARTA, Hinews – Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) berpandangan, bahwa pernyataan Jaksa Agung terkait penyelesaian kasus korupsi Rp di bawah 50 juta tidak perlu diproses, namun cukup dengan pengembalian kerugian negara, dinilai sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Hal tersebut dikatakan Pembina LPKAN Wibisono menanggapi pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat mengikuti rapat kerja dengan komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta baru-baru ini.

Baca Juga: Politik Ekonomi RI: Rakyat Jadi Korban  Kapitalisme dan Neoliberalisme

Dalam rapat kerja tersebut Burhanuddin menjawab sejumlah pertanyaan anggota Komisi III DPR, salah satunya terkait dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016.

Di mana salah satu usulan Jaksa Agung adalah perkara tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta cukup diselesaikan dengan mengembalikan uang ke negara.

Wibisono mengungkapkan, upaya pemberantasan korupsi harus menyasar pelakunya untuk dihukum, bukan sekadar pengembalian uang hasil kejahatannya saja.

"Logika pencegahan kejahatannya tak masuk akal. Perlawanan terhadap korupsi itu bukan soal jumlah uang yang dicuri saja tapi juga soal akibat yang ditimbulkan," ujar Wibisono dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta Kamis (3/02/2022).

Menurutnya, wacana tersebut dapat berpengaruh pada masa depan bangsa. Sebab budaya koruptif seolah menjadi kebiasaan dan jadi preseden yang buruk.

"Ada kehidupan sosial dengan budaya korup akibat dari kejahatannya. Sistem pemerintahan yang buruk juga akibat yang ditimbulkan praktik yang koruptif," kata Wibi.  

Wibisono mengatakan, usulan itu akan menimbulkan pelaku korupsi baru karena merasa tak dihukum asalkan di bawah Rp 50 juta.

Baca Juga: Perilaku Koruptif dan Kebocoran APBN Perberat Ekonomi Fiskal

"Jika koruptor Rp 50-an juta dibiarkan melenggang. Maka akan timbul budaya korupsi baru. Selama cuma Rp 50 juta tidak korupsi, maka orang akan bersama-sama korupsi di bawah Rp 50 juta," imbuhnya.

Oleh karena itu, dirinya berharap agar usulan ini menjadi pembahasan yang serius di DPR dan pemerintah, sehingga parameter korupsi bisa dibuat aturan yang baku tidak abu-abu.

"Daripada usulan ini diterapkan untuk para koruptor lebih baik diterapkan pidana narkoba yang rata rata memenuhi penjara hampir 60%, serta pidana ringan (tipiring)," tandas Wibisono.

Menurutnya, upaya tersebut justru bisa merangsang seseorang untuk melakukan tindak korupsi karena tidak ada proses hukum.

Selain itu, imbauan Jaksa Agung tersebut juga jelas bertentangan dengan hukum pidana, terutama Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga: Pembina utama Komenwa: Peran TNI masih dibutuhkan dalam pemulihan keamanan nasional

Ia menjelaskan, penyelesaian melalui ganti rugi atau tindakan administratif itu dilakukan oleh instansi yang berkaitan, bukan ranah kejaksaan.

"Karena jika kasus sudah ditangani kejaksaan itu harus tuntas diadili di pengadilan," jelas dia.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, Febrie Adriansyah menjelaskan terkait dengan pernyataan Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin menyebutkan bahwa perkara tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta cukup diselesaikan dengan mengembalikan uang ke negara.

Febrie mengatakan implementasi dari pernyataan itu akan dilakukan dengan berbagai pertimbangan. "Ya ada beberapa pertimbangan juga maksud Pak Jaksa Agung," kata Febrie di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, belum lama ini.

Editor : A1H