Oleh: Iskandar Sitorus.
Pagi di Cikande biasanya riuh oleh truk pengangkut logam dan bahan baku pabrik. Namun kini kawasan industri yang selama ini dianggap “zona produksi” berubah jadi “zona bahaya”. Menteri Lingkungan Hidup memerintahkan penyegelan beberapa lokasi di Modern Cikande Industrial Estate, termasuk PT Peter Metal Technology Indonesia (PT PMT), itu pabrik peleburan logam yang disebut memiliki dosis radiasi tertinggi.
Baca Juga: IAW Ungkap Jutaan Rekening Dijadikan Penampungan Uang Judol
Penemuan Cesium-137, isotop radioaktif dengan waktu paruh 30 tahun, bukan sekadar “insiden teknis”. Ia adalah bukti telanjang kelalaian sistem pengawasan limbah dan impor logam bekas. Bagaimana mungkin sampah nuklir bisa masuk ke Indonesia, beredar di lapak rongsokan, lalu mengkontaminasi rantai produksi makanan ekspor?
Jejak audit BPK yang tak didengar
Badan Pemeriksa Keuangan sudah lama menulis peringatan keras:
1. LHP KKP 2016 dan 2018 No. 21.A/LHP/XVII/05/2017 dan No. 19.A/LHP/XVII/05/2019 dengan temuan, sistem penelusuran ekspor lemah; data kapal, pabrik, eksportir tidak terintegrasi. Rekomendasinya, diintegrasi database dan audit mutu internal sebelum ekspor.
2. LHP KLHK 2020 dan 2021 No. 18/LHP/XVII/05/2021 dan No. 20/LHP/XVII/05/2022, temuan: pengawasan limbah B3 dan scrap metal tidak efektif; impor logam bekas tidak tersertifikasi dan direkomendasi melakukan verifikasi wajib bebas radiasi, inspeksi ketat importir.
3. LHP BAPETEN 2018 dan 2022 No. 18.A/LHP/XVII/05/2019 & No. 22/LHP/XVII/05/2023 dengan temuan basis data sumber radiasi tak terhubung dengan kementerian lain; inspeksi minim. Direkomendasikan integrasi sistem lintas lembaga, prioritas inspeksi berbasis risiko.
4. LHP Pemprov Banten 2019 dan 2021 No. 08/LHP/XVIII.SRG/05/2020 & No. 10/LHP/XVIII.SRG/05/2022. Temuan pengawasan kawasan industri lemah, data kualitas lingkungan tak lengkap. Rekomendasi: tambah tenaga pengawas, sanksi tegas pelanggaran
Semua catatan ini ada di website resmi BPK. Namun hasilnya? Tumpukan laporan di rak, bukan tindakan nyata.
Siapa harus bertanggung jawab?
1. Perusahaan, yakni PT PMT sebagai importir scrap metal wajib memastikan material bebas radiasi. Permen LHK No. P.10/2020 jelas mewajibkan pemeriksaan ini. Jika terbukti lalai atau sengaja, korporasi dan pengurusnya harus dikenai pidana lingkungan.
2. Pejabat Bea Cukai dan KLHK, sebab bagaimana mungkin kontainer scrap logam bisa masuk tanpa sertifikat bebas radiasi? Siapa yang memberi izin tanpa verifikasi?
3. BAPETEN dan Pemda Banten karena temuan audit BPK soal minimnya inspeksi terbukti. Pertanyaan publik, apakah sistematika yang buruk itu hanya kelalaian, atau ada unsur pembiaran?
Baca Juga: Bappenas Terbukti Lalai: Utang Korea INA-24 Mangkrak karena Gagal Pengawasan dari Hulu ke Hilir
4. Kementerian terkait sebab sistem integrasi data yang direkomendasikan BPK sejak 2019 tak kunjung ada. Ini kelalaian struktural yang harus diakui pemerintah pusat.
Tuntutan sanksi hukum harus tegas!
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, tindakan berikut wajib dilakukan:
1. Penyidikan pidana terhadap PT PMT, pejabat pemberi izin, dan pihak-pihak yang lalai.
2. Audit dokumen impor scrap logam sejak 5 tahun terakhir.
3. Penyitaan dokumen perizinan dan rekam inspeksi.
4. Penetapan tersangka korporasi jika terbukti pelanggaran sistemik.
Baca Juga: Bayi Danantara Dirawat Orang Salah, Gagal Tumbuh Jadi Harapan Bangsa
5. Pasal 104 UU Lingkungan jelas: korporasi yang mencemari lingkungan bisa dipidana maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Kenapa publik harus tahu?
Ini bukan sekadar cerita “udang ditolak ekspor”. Ini cerita gagalnya pengawasan negara. Temuan BPK sudah ada, tapi diabaikan. Akibatnya, scrap logam ber-Cs-137 lolos masuk Indonesia, berpotensi mencemari rantai makanan dan lingkungan.
Jika pemerintah tidak berani menindak tegas semua pihak dari perusahaan, pejabat, pengawas, maka publik wajar khawatir bahwa kasus Cikande hanya awal dari bom waktu limbah nuklir lain yang bisa bertebaran tanpa pengawasan.
Presiden Prabowo Subianto dan jajaran pembantunya sekarang punya ujian besar, apakah Indonesia mau dikenal dunia sebagai negara yang gagal mengawasi sampah nuklir, atau negara yang berani menindak tegas dan memperbaiki sistem dari akarnya?
Penulis: Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)
Editor : Redaksi