Dampak Transfer Data Pribadi Warga Indonesia ke Negara Lain (AS)

Reporter : Redaksi

Oleh: Abdul Rasyid, Sekjen DPP LPKAN Indonesia

Data pribadi merupakan aset strategis di era digital. Transfer data pribadi warga ke luar negeri melalui aplikasi asing, layanan cloud, atau kerja sama internasional memiliki dampak luas. Negara yang gagal mengontrol data warganya berisiko kehilangan kedaulatan digital dan kerapuhan nasional.

Baca juga: R. Mohammad Ali: Diplomasi Prabowo di PBB Tegaskan Suara Moral Indonesia

Indonesia memiliki UU PDP (Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi) Nomor 27 Tahun 2022, berlaku secara efektif sejak tanggal 17 Oktober 2024, UU PDP menjadi dasar hukum utama dalam mengatur perlindungan data pribadi Warga Negara di Indonesia. Dengan maksud dan tujuan, bahwa UU PDP dimaksud untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap data pribadi warga negara, mencegah penyalahgunaan, menjamin keamanan data, dan meningkatkan kepercayaan publik. 

Dalam kesepakatan tarif resiprokal antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia dengan tarif 19% untuk produk Indonesia yang masuk ke AS, dengan salah satu syarat dan poin yang disampaikan Gedung Putih tentang trasnfer data dari RI ke AS dengan kesepakatan yang memperbolehkan Amerika Serikat bebas mengelola data pribadi masyarakat Indonesia.

Pasalnya, AS saat ini belum memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) sehingga pelanggaran kebocoran data tidak dapat diberi sanksi. Beberapa pakar menilai hal ini membahayakan kedaulatan dan keamanan data pribadi warga Indonesia.

1. Dampak dalam Dimensi Pertahanan dan Keamanan

a. Risiko Spionase dan Intelijen Asing

  • Data biometrik, lokasi, komunikasi pribadi bisa digunakan oleh intelijen asing untuk memetakan jaringan sosial, kebiasaan populasi, bahkan profil elite politik atau militer.
  • Negara asing bisa menggunakan data ini untuk cyber warfare, infiltrasi, atau manipulasi sistem pertahanan.

b. Ancaman Terhadap Infrastruktur Strategis

  • Jika data warga terkait pekerjaan, mobilitas, hingga kebiasaan digital berada di tangan asing, maka targeting pada sektor vital seperti energi, transportasi, atau militer jadi lebih mudah.

c. Serangan Siber yang Lebih Terarah

  • Dengan data warga, phishing, social engineering, dan berbagai serangan bisa lebih presisi dan merusak.


2. Dampak dalam Dimensi Politik

a. Intervensi dan Manipulasi Opini Publik

  • Negara asing bisa menggunakan data sosial dan psikografis warga untuk mempengaruhi preferensi politik, seperti yang terjadi dalam kasus Cambridge Analytica (Pemilu AS & Brexit).
  • Potensi munculnya polarisasi, disinformasi, dan destabilisasi politik dalam negeri.

b. Erosi Kedaulatan Digital

  • Ketergantungan pada platform asing (misal: media sosial, layanan e-Gov berbasis cloud luar negeri) melemahkan kontrol pemerintah atas sistem politik dan sosial nasional.

3. Dampak dalam Dimensi Ekonomi

a. Monetisasi Data Oleh Pihak Asing

Baca juga: Dukung Two State Solution, DPD LPKAN Jatim Angkat Bicara

  • Data adalah “minyak baru”. Transfer data ke luar negeri membuat pihak asing yang mendapat nilai ekonomi dari analitik, periklanan, dan inovasi berbasis AI—bukan negara asal data.

b. Kehilangan Potensi Pendapatan Negara

  • Tanpa regulasi lokal, pajak data dan penggunaan komersial tidak dapat ditarik oleh pemerintah.

c. Ketimpangan Digital

  • Negara pengimpor data (negara maju) menjadi pusat inovasi teknologi, sementara negara pengirim data tetap sebagai penyedia mentah (raw data), menciptakan kolonialisme digital.

4. Dampak terhadap Warga Negara

a. Kehilangan Privasi

  • Warga kehilangan kendali atas informasi pribadinya, yang bisa berdampak pada reputasi, keamanan personal, dan kebebasan berekspresi.

b. Diskriminasi Algoritmik

  • Data warga bisa digunakan untuk profiling yang berdampak pada peluang kerja, pinjaman, asuransi, bahkan mobilitas sosial.

c. Ketergantungan Teknologi Asing

  • Layanan pendidikan, keuangan, atau kesehatan yang memakai teknologi asing membuat warga tergantung pada entitas luar negeri, dengan risiko gangguan layanan atau manipulasi data.

5. Solusi dan Tindakan Strategis

Baca juga: Gebrak meja, Pidato peduli kemanusiaan Presiden Prabowo

a. Kebijakan Data Nasional

  • Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (seperti UU PDP di Indonesia) harus disertai aturan tegas soal cross-border data transfer.

b. Kedaulatan Digital

  • Bangun infrastruktur cloud lokal, aplikasi dalam negeri, dan kontrol nasional atas data strategis.

c. Kemitraan Berdasarkan Prinsip Resiprositas

  • Transfer data harus bersifat reciprocal: jika negara asing mengakses data warga kita, maka negara kita harus memiliki hak dan akses yang setara terhadap data warga mereka.

Mengancam Kedaulatan Negara 

Transfer data pribadi warga ke negara lain bukan sekadar isu teknis, melainkan isu geopolitik, ekonomi, dan kedaulatan nasional. Tanpa proteksi kuat, warga menjadi “komoditas digital”, dan negara menjadi pasar yang dieksploitasi. "Negara yang tidak melindungi data warganya, sama seperti negara yang membuka gerbang pertahanannya tanpa penjaga."

Penulis: Aktivis dan Pemerhati Kebijakan Publik.

Editor : Redaksi

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru