JAKARTA, HINews - Guru Besar Bidang Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana menilai selama ini China ketika membuat 9 dash line tidak didasarkan dari garis pantai lalu menjorok ke depan.
Tapi dengan tiba-tiba Cina membuat garis imaginer 9 dash line tersebut dengan dalih bahwa hal itu merupakan historis karena dahulu kala nelayan-nelayan China mencari ikan sampai ke wilayah 9 dash line itu.
“Ketika dulu eks Menlu RI Ali Alatas bertanya kepada wakil China apa dasarnya membuat 9 dash line, wakil China tidak bisa menjawab. Hanya China menyebut bahwa Indonesia tak perlu khawatir karena China mengakui kedaulatan Natuna,” ujar Prof. Hikmahanto saat menjadi salah satu narasumber dalam Diskusi Publik dengan tema “Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China” yang digelar Universitas Paramadina, aru-baru ini.
Padahal kata dia, Indonesia selama ini tidak menganggap 9 dash line itu ada, maka dari itu wilayah kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara tidak bisa diganggu gugat oleh China.
“Dalam konteks Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang kita akui sebagai hak kita bukan wilayahnya, tapi adalah sumber daya alamnya. Tapi kalau di bawah laut landas kontinennya (minyak dan gas),”ungkapnya.
Menurut dia, China, setiap kali ada pemerintahan baru di Indonesia selalu mencoba memprovokasi untuk menguasai 9 dash line di wilayah Indonesia. Di zaman Jokowi gagal (2016 & 2020), karena Jokowi bereaksi sampai membuat rapat di KRI Imam Bonjol. Dan kini kembali dilakukan di era Prabowo. China tetap ingin 9 dash line-nya diterima.
“Yang jadi masalah sekarang adalah Joint Statement Prabowo dengan Xi Jinping, meski itu bukan instrumen hukum, tapi itu mengindikasikan jangan-jangan (menurut China) Indonesia sudah mengakui 9 dash line,” ungkapnya.
Sementara, nilai investasi China sebesar Rp157 triliun yang dibawa oleh Prabowo menjadi pemanis tetapi tidak berkaitan dengan join statement.
Untuk itu, kata ia, harus ada yang bertanggungjawab di Kemenlu RI ihwal siapa yang menyiapkan naskah joint statement. Meski naskah itu diduga disiapkan oleh China, tapi pihak Kemenlu seharusnya dapat mengingatkan Prabowo agar jangan terjebak.
“Harus ada yang mengundurkan diri karena ini menyangkut kedaulatan bangsa dan negara,” tegasnya.
Hikmahanto menilai, klaim bahwa ada overlapping di 9 dash line akan menjadi modal bagi China untuk menyatakan di dunia internasional bahwa Indonesia telah mengakui keberadaan 9 dash line, itu yang jadi masalah.
“Dan China 2 hari setelah joint statement telah melakukan klaim internasional. China paling alergi dengan kata-kata UNCLOS” ungkapnya.
Dengan joint statement itu, kata Hikmahanto, dikhawatirkan nelayan-nelayan China boleh saja mengambil ikan di wilayah 9 dash line yang dalam wilayah ZEE Indonesia, dengan fasilitas kapal China yang lengkap. Di antaranya ada fasilitas ada cold storage, selain itu dengan tonase kapal yang besar.
“Sementara nelayan kita mau ke wilayah china tidak akan mampu karena butuh bahan bakar yang lebih banyak. kapal nelayan kita juga banyak yang masih tradisional. tidak menutupi cost dibanding ikan yang didapat,” pungkasnya.
Editor : Redaksi