JAKARTA, HINews - Beredar video terkait pernyataan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD yang mengatakan bahwa “setiap pemilu pihak yang kalah selalu menuduh yang menang itu curang”.
"Saya memang pernah mengatakan bahwa setiap pemilu pihak yang kalah selalu menuduh yang menang itu curang," kata Mahfud menanggapi viralnya di media sosial (medsos) terkait pernyataan dirinya pada 2014 yang kembali menyebar.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Pemilu Tahun 2024 Telah Dibajak Rezim
Mahfud menjelaskan, pernyataan itu disampaikan ketika dirinya disambangi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dipimpin Hasyim Asy'ari. Saat itu, Hasyim Asy'ari baru saja memimpin lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
"Datang ke tempat saya, saya beritahu ‘awas nanti ada gugatan pemilu ini curang’,” kata Mahfud menceritakan dirinya memberi imbauannya kepada KPU.
Pernyataan serupa, kata Mahfud, juga pernah disampaikan dalam pidato terbuka saat ada pembentukan TV Pemilu oleh Trans TV pada awal tahun 2023 atau sebelum proses pemilu 2024 berjalan.
“Jadi saya katakan bahwa setiap pemilu yang kalah akan selalu menuduh curang, itu sudah saya katakan di awal tahun 2023,” ungkap Mahfud sebagaimana dikutip dari kompas.com, Senin (18/2/2024).
Namun demikian, Mahfud menegaskan sebuah gugatan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak selalu akan kalah.
Menurut dia, jika lembaga penjaga konstitusi itu menemukan adanya bukti terjadinya pelanggaran, maka MK dapat mendiskualifikasi yang menang atau memerintahkan pemilu untuk ulang.
"Jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan," ucap dia.
Mahfud pun menyinggung sengketa pemilu ketika dirinya menjadi Ketua MK. Ia menjelaskan, saat itu MK menemukan bukti kecurangan pada proses pemilu. Dari bukti-bukti kecurangan tersebut, MK memiliki wewenang untuk mengulang pemilu atau mendiskualifikasi pemenang pemilu.
Baca Juga: Tunggu Waktu Tepat, Mahfud MD Pastikan Akan Mundur dari Menkopolhukam
"Ketika saya menjadi ketua MK, MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh, sehingga yang menang dinyatakan disqualified dan yang kalah naik," papar Mahfud.
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) ini pun memberikan contoh pemilu kepala daerah (pilkada) Jawa Timur 2008. Saat itu, Khofifah Indar Parawansa dinyatakan kalah dari Soekarwo.
Hasil pilkada ini kemudian dibawa ke MK. Dalam putusannya, MK membatalkan kemenangan Soekarwo. Contoh lain, kata Mahfud, yakni Pilkada Bengkulu Selatan.
Pemenang pilkada didiskualifikasi lantaran terbukti curang. Dengan bukti tersebut, MK memutuskan yang kalah dalam perhitungan suara untuk naik menjadi kepala daerah di daerah tersebut.
Contoh lainnya juga terjadi pada Pilkada Waringin Barat Kalimantan Tengah. MK mendiskualifikasi pihak yang menang dan menyatakan pihak yang kalah menjadi pemenang.
Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Prabowo, Mahfud MD Sebut Tidak Seluruh Bidang Pertahanan Bersifat Rahasia
Menurut Mahfud, contoh-contoh sengketa pemilu itu telah menjadi yurisprudensi atau keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam Undang-Undang.
Yurisprudensi ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama.
"Jadi, ini sudah menjadi yurisprudensi dan juga menjadi aturan di undang-undang, di peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum), di peraturan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) itu ada pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif itu,” kata Mahfud.
“Jadi, ini bukan hanya yurisprudensi sekali lagi, tetapi juga termasuk di dalam peraturan perundang-undangan dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi," imbuhnya.**
Editor : Redaksi