JAKARTA, Hinews - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Polda Sumatra Utara (Sumut) serius menuntaskan kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP). Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik meminta polisi menjalankan segala rekomendasi yang diajukan lembaganya.
Menurut Taufan, mereka telah merekomendasikan polisi melakukan penegakan hukum bagi pihak yang terbukti terlibat, mendalami informasi jumlah kematian hingga enam orang, memeriksa dan memberikan sanski terhadap aparat yang terlibat.
Baca Juga: Cangkrukan Kamtibmas, Kapolres Bojonegoro Ajak Perguruan Silat Ciptakan Pemilu Damai dan Aman
"Kita harapkan (Polda) serius di dalam menjalankan rekomendasi Komnas, melakukan pendalaman serta penegakan hukum, baik terkait kekerasan atau penyiksaan yang bahkan sampai menimbulkan kematian, juga serius di dalam penegakan hukum terhadap oknum polisi yang terlibat," kata Ahmad, Ahad (3/4).
Taufan menyampaikan, perwakilan Polda Sumut kembali mendatangi kantor Komnas HAM untuk meminta masukan dalam penanganan kasus tersebut pada pekan lalu. "Mereka yang banyak minta penjelasan terkait rekomendasi Komnas HAM," ujar Ahmad, dilansir dari republika.
Pada Senin (21/3), Polda Sumut menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait kerangkeng manusia. Mereka adalah HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG, dan SP. DP terkonfirmasi sebagai anak TRP, yaitu Dewa Perangin Angin. Namun hingga saat ini mereka masih belum ditahan dengan dalih kooperatif.
Damanik enggan menanggapi soal belum ditahannya para tersangka. Namun, ia mengaku berharap polisi secepatnya menahan para tersangka. "Kita dorong Polda Sumut segera menahan tersangka," kata dia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pengembangan kasus tersebut. "Kita masih mengembangkan semuanya, makanya kan penyidik juga ke LPSK untuk berkoordinasi terkait restitusi yang ada di UU TPPO," kata Hadi, Ahad (3/4).
Menurut dia, pihaknya juga merampungkan pemeriksaan terhadap Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (1/4). Terbit saat ini ditahan terkait kasus suap proyek infrastruktur di Langkat sepanjang 2020-2022. Namun dalam kasus kerangkeng, polisi belum juga menetapkannya sebagai tersangka.
Baca Juga: Anggota Polri Berulah Lagi, Jenderal Bintang Dua Ini Terancam Hukuman Mati
Hadi pun tak menerangkan hasil pemeriksaan yang disebutnya sudah rampung tersebut. Ia hanya menyebut materi penyidikan terkait awal dan tujuan dibuatnya kerangkeng manusia di rumah Terbit dan terkait PT Dewa Rencana Perangin Angin (PT DRP).
Perusahaan sawit tersebut diduga memperbudak para korban kerangkeng manusia. "Materi (pertanyaan) secara keseluruhan dari mulai kerangkeng itu berdiri, tujuannya, sampai dengan bagaimana operasional PT. DRP," kata Hadi.
Potret keadilan
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengkritisi lemahnya tindakan kepolisian terhadap kejahatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Baca Juga: Hasil Survei Etos Indonesia Institute, Kinerja Kapolda Sumut Memuaskan
Keputusan penyidik Polda Sumut untuk tidak menahan para tersangka dinilai sebagai potret buruk penegakan hukum di Indonesia.
Meski begitu, tidak kaget dengan konsistensi penegakan hukum di Korps Bhayangkara yang masih menjadi masalah. "Tentu salah satu problem di kepolisian kita itu adalah konsistensi dalam penegakan hukum. Ini menjadi potret buruk bagi tegaknya hukum yang berkeadilan," kata Bambang dalam keterangannya, Ahad (3/4).
Bambang menekankan pentingnya evaluasi dan pemantauan terhadap proses penyidikan yang dilakukan kepolisian. Tujuannya agar proses penyidikan tak melenceng dari prinsip akuntabilitas dan keadilan. "Saya pikir pengawasan penyidikan itu sangat penting dalam perkara ini," ujar Bambang.
Bambang juga menyindir kurangnya kepekaan penyidik terhadap pelanggaran HAM yang dialami para korban kerangkeng manusia. Para korban mengalami luka permanen, cacat, depresi hingga kehilangan nyawa. "Masalah ini memang tergantung dari jiwa kepedulian pada masalah HAM," kata Bambang. (qqdylm)
Editor : A1H