JAKARTA, HiNews - Kasus tindak pidana yang melibatkan jenderal polisi bintang dua kembali terjadi. Di mana sebelumnya mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo dipecat karena terbukti sebagai otak pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat.
Tidak sampai di situ, akibat kasus pembunuhan berencana terhadap mantan ajudan Kadiv Propam, menyeret sejumlah perwira menengah dan jenderal bintang satu.
Kasus itu pun saat ini tengah masuk proses persidangan yang akan digelar pekan depan.
Baca Juga: Banyak Perubahan Besar, LPKAN Apresiasi 100 Hari Kerja Pemerintah Prabowo
Belum juga usai, kini publik digegerkan kembali dengan kasus dugaan penjualan barang bukti narkoba yang melibatkan jenderal polisi bintang dua, yakni mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa yang baru beberapa hari menerima tugas barunya sebagai Kapolda Jawa Timur.
Di mana dalam gelar perkara polisi menyebut Irjen Teddy Minahasa mengganti barang bukti narkoba jenis sabu yang semestinya dimusnahkan dengan tawas. Sabu seberat 5 kg itu yang kemudian dijual ke pihak lain.
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa membeberkan bahwa sabu seberat lima kilogram itu diambil dari barang bukti pengungkapan narkoba oleh Polres Bukittinggi.
"Iya (sabu) diganti dengan tawas," kata Mukti di Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat (14/10).
Mukti mengatakan dalam pengungkapan kasus narkoba oleh Polres Bukittinggi itu total ada 41,4 kilogram sabu. Dari jumlah, itu lima kilogram diambil atas perintah Teddy dan sisanya dimusnahkan.
Mukti juga mengungkapkan bahwa dari lima kilogram sabu itu, 1,7 kilogram telah diedarkan ke Kampung Bahari, Jakarta Utara oleh tersangka DG.
"1,7 kilogram sudah dijual oleh DG dan diedarkan di Kampung Bahari," ucap Mukti.
Jenderal bintang dua berkepala plontos itu saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran gelap narkoba berdasarkan hasil gelar perkara.
"Tadi siang kami lakukan gelar perkara dihadiri oleh Direktur IV Bareskrim Polri, Irwasda, Kadiv Propam dan Bidkum, yang mana sudah menetapkan TM sebagai tersangka," kata Mukti dalam konferensi pers di Polres Jakarta Pusat.
Mukti menyebutkan bahwa dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (3) sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009.
Seperti diketahui, Teddy baru saja ditunjuk Listyo menggantikan Irjen Nico Afinta sebagai Kapolda Jatim. Dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2134 IX/KEP/2022 tertanggal 10 Oktober 2022, Nico ditarik ke Mabes Polri untuk menjadi staf Kapolri.
Teddy yang merupakan kelahiran Minahasa, Sulawesi Utara itu merupakan jebolan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1993.
Polisi Terkaya versi LHKPN
Baca Juga: Presiden Prabowo Harus Memulihkan Kepercayaan Publik Dalam Pemberantasan Korupsi
Selain itu, bila merujuk pada data Laporan Harta dan Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), Teddy merupakan polisi paling tajir dengan harta kekayaan senilai Rp29,97 miliar.
Dilansir dari situs elhkpn.kpk.go.id, Teddy tercatat hanya satu kali melaporkan harta kekayaannya ke KPK, yakni pada 26 Maret 2022 saat ia menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat.
Teddy tercatat mempunyai 53 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Pandeglang, Pasuruan, Pesawaran, dan Malang. Seluruh tanah dan bangunan yang merupakan hasil sendiri itu bernilai Rp25.813.200.000.
Dalam laporannya, Teddy turut mencantumkan kepemilikan tiga unit mobil dan motor dengan estimasi harga seluruhnya mencapai Rp2.075.000.000.
Menyikapi tertangkapnya Irjen Pol Teddy Minahasa atas dugaan penjualan barang bukti narkoba jenis sabu, Ketua Umum Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Indonesia, Ali Zaeni mengapresiasi upaya bersih-bersih Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam memperbaiki institusinya yang saat ini dinilai oleh masyarakat dalam posisi terendah.
"Kami menduga masih ada anggota polri yang bermental Sambo dan Teddy dengan gayanya yang hedonisme. Ini PR besar bagi Kapolri untuk memperbaikinya. Untuk itu LPKAN Indonesia mendesak Kapolri untuk menggandeng tim independen untuk mengaudit seluruh harta kekayaan anggota polri di Indonesia," kata Ali kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/10/2022).
Sebab gaya hidup hedonisme anggota polri sudah menjadi rahasia umum. Padahal, kata Ali, bila dilihat dari gaji yang didapat seharusnya tidak berbanding dengan gaya hidupnya tersebut.
Baca Juga: LPKAN: Presiden Prabowo Harus Memulihkan Kepercayaan Publik dalam Pemberantasan Korupsi
Menurut dia, jika dibandingkan dengan anggota TNI dengan pangkat yang sama tampak jelas perbedaaan antara langit dan bumi. "Kapolri harus secepatnya mengambil langkah cepat bila institusi ini mau diperbaiki. Pertanyakan seluruh harta kekayaan anggota polri yang didapat di luar gajinya. Bila itu ada dugaan penyalahgunaan wewenag maka harus dilakukan langkah tegas. Anggota polri bukan tidak boleh kaya, sah sah saja bila didapat dengan cara yang halal," katanya.
Ali mengatakan, kasus Sambo dan Tedy seharusnya menjadi titik awal Kapolri untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh. Ungkap seluruh anggota polri yang diduga kerap menjadi baking dari pengusaha nakal. "Ini momentum kapolri untuk mengambil langkah cepat, tepat dan terukur," tegasnya.
Jika tidak ada perbaikan, kata Ali, tidak ada cara lain selain Polri harus ditempatkan di bawah Kemendagri atau disatukan lagi dengan TNI seperti zaman orde baru.
Ali menegaskan, kritik yang disampaiakannya semata-mata karena kecintaan LPKAN Indonesia terhadap Korps Bhayankara. Sehingga diharapkan kedepannya polri menjadi institusi yang dapat diandalkan sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Masyarakat saat ini tengah merindukan istitusi polri yang mandiri dan berwibawa. Untuk itu, polri harus terbebas dari intervensi penguasa maupun pengusaha. Kami yakin dibawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit, polri kembali mendapat kepercayaan publik," pungkasnya. (*)
Editor : A1H