JAKARTA, HINews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka.
Pada Pilpres lalu, Gus Muhdlor panggilan akrabnya, sempat mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Publik beranggapan bahwa deklarasi itu dilakukan sebagai manuver Muhdlor setelah rumah dinasnya digeledah oleh KPK, dan berharap mencari perlindungan hukum kepada Istana yang notabenenya mendukung pasangan Prabowo-Gibran.
Padahal, Gus Muhdlor merupakan bupati yang diusung PKB, dan pendukung paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024.
Diketahui, Gus Muhdlor menjadi tersangka terkait dugaan pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo.
Sebelum Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka, KPK sudah terlebih dahulu menetapkan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati dan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono sebagai tersangka korupsi.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan adanya penetapan tersangka bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai dengan sekarang.
Kendati demikian, Ali belum menjelaskan secara detail terkait peran dan sangkaan pasal untuk Gus Muhdlor.
Dia mengatakan KPK akan menjelaskan perkembangan kasus itu secara bertahap.
"Perkembangan dari penanganan perkara ini, akan kami sampaikan bertahap pada publik," ungkao Ali, Selasa (16/4/2024).
Ali mengatakan, Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka dari keterangan saksi dan tersangka lainnya dalam kasus tersebut.
Menurutnya, gelar perkara terkait aliran dana dalam kasus itu juga telah dilakukan sebelum Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka.
"Melalui analisa dari keterangan para pihak yang diperiksa sebagai saksi termasuk keterangan para tersangka dan juga alat bukti lainnya. Tim penyidik kemudian menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo," kata Ali.
Lebih lanjut kata Ali, dari gelar perkara yang dilakukan kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggungjawabkan di depan hukum karena diduga menikmati adanya aliran sejumlah uang.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono (AS) dan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo nonaktif, Siska Wati sebagai tersangka.
Saat ditetapkan sebagai tersangka, Gus Mudlor tengah melakukan halal bihalal di hari pertama masuk kerja usai libur lebaran. Halalbihalal ini digelar di Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo.
Gus Muhdlor Siap kooperatif
Di hadapan awak media, Gus Muhdlor mengaku akan kooperatif soal penetapannya sebagai tersangka.
"Secara umum kami sampaikan bahwa kami menghormati segala keputusan yang kemudian dikeluarkan oleh KPK. Yang jelas bahwa proses ini kami hormati dan kemudian karena negara hukum, masih banyak yang kemudian bisa ditempuh dan sebagainya, jadi secara umum kami sampaikan bahwa kami menghormati keputusan yang dikeluarkan KPK," ungkap Gus Muhdlor.
Gus Muhdlor tampak tenang usai ditetapkan tersangka. Ia pun meminta doa dari seluruh warga Sidoarjo.
"Kami menghormati keputusan yang dikeluarkan KPK, sehingga kami mohon doa seluruh warga Sidoarjo," kata Gus Muhdlor.
Dilansir dari laman detik.com, Gus Muhdlor sendiri bakal mengajukan praperadilan atas statusnya sebagai tersangka.
"Terkait hal tersebut, selaku warga negara yang baik, beliau menghormati keputusan KPK. Kami juga beberapa pekan sebelumnya telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan saat ini tengah mempersiapkan upaya hukum," ujar salah satu anggota tim pengacara Gus Muhdlor, Mustofa Abidin.
Mustofa menilai barang bukti nominal Rp 69 juta ini kecil untuk ukuran kepala daerah.
"Pada saat OTT, barang bukti yang diungkapkan KPK terbilang sangat kecil jika perkara ini ditangani oleh KPK dan ada beberapa hal lain yang akan ditempuh melalui upaya hukum, termasuk praperadilan nantinya," jelas Mustofa.
Ditanya terkait muatan politis dalam OTT yang melibatkan Bupati Sidoarjo, pihaknya mengaku belum berani mengambil kesimpulan dan masih melakukan komunikasi dengan tim hukum lainnya.
"Yang jelas OTT itu terjadi sebelum digelarnya pemilu, masalah itu bermuatan politis atau tidak kami belum berani menyimpulkan, atau memutuskan," pungkas Mustofa.
Editor : Redaksi