Inilah Sosok Mbah Benu, Pimpinan Jamaah Aolia yang Menjalankan Sholat Idul Fitri Lebih Dulu

KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu, pimpinan Jamaah Aolia (Ist)
KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu, pimpinan Jamaah Aolia (Ist)

JAKARTA, HINews Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) hingga saat ini belum melakukan penetapan kapan jatuhnya awal bulan Syawal atau pelaksanaan sholat Idul Fitri, sebab sidang isbat baru akan dilakukan, Selasa (9/4/2024) mendatang.

Namun, di tengah khusuknya mayoritas umat islam Indonesia menjalankan ibadah shaum (puasa) jemaah Aolia telah melaksanakan sholat Idul Fitri terlebih dulu dibanding dengan jadwal yang akan ditetapkan oleh pemerintah.

Ratusan warga yang tergabung dalam jemaah Aolia pimpinan KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu itu melaksanakan salat Idul Fitri, salah satunya di Masjid Aolia yang terletak di Dusun Panggang III, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Di Yogyakarta, Jumat (5/4/2024) kemarin.

Selain di sana, sejumlah masjid Aolia juga menggelar salat Idulfitri Jumat kemarin, di antaranya di Kapanewon Wonosari, Gunungkidul.

Jemaah Aolia merayakan Idul Fitri lebih cepat lima hari dibandingkan dengan penetapan Idul Fitri Muhammadiyah yang jatuh pada 10 April 2024 mendatang.

Selain perbedaan perayaan Idulfitri, jemaah Aolia juga melaksanakan ibadah puasa lima hari lebih cepat dibandingkan hari penetapan dari pemerintah.

Jemaah Aolia menjalani puasa pada 7 Maret 2024 sedangkan pemerintah menetapkan hari pertama bulan puasa jatuh pada 12 Maret 2024.

Sosok Mbah Benu

Mbah Benu sendiri mengatakan, ditetapkannya hari Lebaran ini berdasarkan keyakinan dari perjalanan spiritualnya.

"Penetapan ini berdasarkan keyakinan. Dan, jemaah Aolia bukan hanya ada di sini, tapi tersebar di seluruh Indonesia," terangnya, Jumat.

Ia pun meminta kepada para jemaahnya supaya saling menghormati dengan masyarakat yang belum merayakan Idulfitri.

"Jemaah untuk menjaga toleransi antar-umat beragama dan menghargai keputusan yang ada," tuturnya.

Pria yang bertempat tinggal di Panggang III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul, DI Yogyakarta itu juga menyebut, jemaah Aolia tersebar sampai ke luar negeri.

Ia menyebut, jemaah masjid Aolia tidak didaftar. Namun, ia mengatakan ada yang berada di Inggris hingga India.

"Kalau jemaah itu tidak didaftar. Saya tidak tahu jumlah jemaah saya. Banyak, di Kalimantan ada, di Sulawesi ada, di Papua ada, di Inggris ada di Malaysia, di India. Jemaah sini," ungkapnya, dilansir Kompas.com.

Jemaah Aolia juga tersebar di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul.

Lurah setempat, Sutarpan mengatakan, di wilayah ada sekitar puluhan warga yang tergabung dalam jemaah Aolia.

Menurutnya, aktivitas jemaah Aolia yang merayakan Idulfitri lebih awal sudah dilakukan sejak dulu.

"Kami sudah terbiasa dengan ini, sehingga jika mereka merayakan lebih cepat, warga di sini hanya bisa toleransi dan menghormati," ucapnya dikutip dari TribunJogja.com.

Selama ini, sambungnya, hubungan antara Jemaah Aolia dengan warga yang bukan jemaah terjalin harmonis..

"Tidak pernah ribut-ribut. Kami di sini ya damai saja. Mereka ibadah ya silakan. Tidak ada yang merasa terganggu," ujar Sutarpan.

Hubungan harmonis itu dapat dilihat saat perayaan Lebaran yang ditetapkan oleh pemerintah.

Biasanya jemaah Aolia dan warga lainnya mengadakan halal-bihalal untuk satu kampung.

"Kalau sudah hari Lebaran yang umum dari pemerintah. Kami di sini semua ngumpul untuk halal bi halal, gabung semua termasuk jemaah Aolia."

"Jadi memang tidak ada selisih antar warga, semua saling menghormati," paparnya.

Komentar MUI

Dikutip dari laman Tribunnews, Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas, mengatakan perayaan Idulfitri yang lebih awal dilakukan oleh ratusan jemaah Aolia merupakan keyakinan mereka dan harus dihormati.

"Itu keyakinan mereka dan kita harus hormati," ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat malam.

Hanya saja, Anwar menilai para ulama maupun kiai di daerah setempat tersebut juga perlu untuk berdialog dalam rangka mengetahui cara penentuan jatuhnya bulan maupun Idulfitri.

"Tetapi tidak ada pula salahnya jika para ulama dan kyai yang ada di daerah setempat atau yang berdekatan dengannya untuk mengajak mereka berdialog tentang bagaimana cara mereka menentukan bulan," ungkapnya.

Anwar menjelaskan, bahwa penentuan Ramadan dilakukan berdasarkan ketentuan dari Al-Qur'an.

Jadi, apabila jemaah Aolia sudah mengerjakannya beberapa hari sebelum wujudul hilal atau sebelum posisi bulan berada pada posisi imkanur ru'yah, maka berarti bulan Ramadan saat itu belum masuk.

Alhasil, Anwar pun turut mempertanyakan bagaimana jemaah Aolia bisa menentukan jatuhnya Idulfitri pada Jumat kemarin, padahal belum memasuki 1 Syawal 1445 H.

"Terus yang kedua, bagaimana kok mereka sudah melaksanakan Idul Fitri, padahal Idul Fitri itu jatuh pada tanggal 1 Syawal, sementara menurut perhitungan ilmu hisab, posisi bulan juga belum menunjukkan terjadi pergantian bulan," jelasnya.

Anwar pun mengatakan hal seperti ini yang harus didiskusikan dan didialogkan agar Ramadan maupun Idulfitri ditentukan berdasarkan waktu yang seharusnya.

"Hal-hal seperti inilah yang perlu didiskusikan dan didialogkan dengan mereka agar mereka dapat melaksanakan puasa dan Idulfitri sesuai dengan waktu yang seharusnya," tuturnya.**

 

Editor : Redaksi