Setelah Ditetapkan Satu Harga, Kenapa Minyak Goreng di Pasaran Malah Menghilang

avatar Harian Indonesia News
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA, Hinews - Pengurus Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Edy Sayuti meminta pemerintah segera melakukan stabilitas harga dan ketersediaan barang di tengah kelangkaan minyak goreng di pasaran.

Edy mengatakan, meski pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit per 01 Februari 2022, namun paktanya ketersediaan minyak goreng di pasaran belum juga stabil.

Baca Juga: Anggota DPR: Ada Oknum Melawan Kebijakan Presiden Soal Minyak Goreng

Menurutnya, persoalan harga minyak goreng di Indonesia juga pernah dialami saat krisis ekonomi tahun 1998 silam. Namun karena saat itu diikuti dengan gejolak politik, kondisinya jadi semaikin parah. Akan tetapi stabilitas harga dan ketersediaan barang saat itu lebih cepat teratasi.

“Justru kalau gejolak harga dan ketersediaan minyak goreng saat krisis 1998 lalu lebih cepat teratasi. Jadi memang Kopas-Kopas pasar tradisional saat itu digerakkan untuk mengatasai gejolak harga. Mungkin saja kondisi politik saat itu tengah rawan, jadi pemerintah saat itu menjaga stabilitas ekonomi,” ujar Edy Sayuti kepada harianindonesianews grup, Kamis (3/2/2022).

Edy juga tidak menampik bahwa gejolak harga minyak goreng di pasaran karena tinginya harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar internsional. Namun pihaknya menyayangkan terkait kebijakan harga minyak sawit yang saat ini  masih ditentukan oleh Malaysia.

“Padahal kita (Indonesia) sebagai penghasil minyak sawit tertinggi di dunia akan tetapi tidak bisa berbuat banyak terkait dengan gejolak harga minyak sawit dunia,” ungkap Edy.

Edy mengingatkan, gejolak pangan atau gejolak harga ekonomi bisa melahirkan kristis politik. Namun dirinya menilai  pemerintah saat ini terlalu yakin bahwa gejolak harga minyak goreng yang tengah terjadi tidak akan melahirkan krisis politik.

“Wajar saja pemerintah saat ini sepertinya tenang-tenang saja menghadapi gejolak harga minyak dalam beberapa bulan belakangan ini karena dinilai tidak berimplikasi terhadap politik,” tutur dia.

Baca Juga: Harga Migor Turun, Masyarakat Bisa Kembali Tersenyum

Edy juga menjelaskan, terkait adanya minyak curah yang sempat menjadi polemik karena adanya peraturan pemerintah yang mewacanakan akan melarang peredaran minyak curah. Namun di tengah kelangkaan minyak gorang kemasan di pasaran, kata Edy, keberadaan minyak curah menjadi penyelamat bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

“Kami juga bingung kenapa minyak curah dilarang, padahal yang membedakan itu hanya kemasan. Di satu sisi pemerintah ingin mengurangi penggunaan pelastik. Tapi Kemendag menginginkan ada minyak kemasan plasik. Kalau larangan penjualan minyak jelantah baru itu yang benar,” jelas dia.

Mengenai harga minyak goreng satu harga, Edy mengaku bahwa pedagang di pasar masih menggunakan harga lama, meski pemerintah saat ini sudah menetapkan satu harga yakni Rp14.500 per liter.

"Kami belanja dengan modal lama. Kalau pedagang menggunakan harga baru, tentunya akan merugi. Siapa yang akan meretur nanti harganya. Dan para distributor pun tidak mau bertanggungjawab soal harga baru.

Baca Juga: KSP: Pemberian BLT Untuk Bantu Warga Kurang Mampu Beli Minyak Goreng

Terkait dengan penyesuaian harga yang terjadi di toko ritel modern itu kami anggap wajar, karena pemiliknya memang memiliki kapital yang cukup, jadi mereka tidak berpengaruh,” jelasnya.

Untuk itu, terkait dengan adanya gejolak harga dan ketersediaan minyak goreng di pasaran, Edy berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkrit dan menjamin ketersediaan minyak goreng di pasaran.

"Melalui Satgas Pangan, kami berharap agar  pemerintah segera memulihkan gejolak harga dan menjamin ketersediaan minyak goreng di pasaran,” harap Edy. (*)

Editor : A1H