Dua Kader PDIP Kota Bekasi Berebut Rekomendasi, Ideologis Melawan Oportunis

Oleh: Yusuf Blegur

Karakter PDIP kembali diuji dalam geliat pilkada kota Bekasi. Mendorong Mochtar Mohamad (M2) dan Tri Adhianto (Tri) mengikuti proses mendapatkan rekomendasi calon walikota Bekasi. Siapa yang akan dipilih PDIP, kader ideologis atau kader pragmatis oportunis?.

Baca Juga: Apa Kata Tuhan ke Anies?

Atmosfer politik Kota Bekasi kian memanas jelang pilkada yang akan diselenggarakan serentak di Indonesia pada tanggal 27 November 2024. Selain antar partai politik yang bersaing memenangkan kadernya menjadi walikota Bekasi. Rivalitas sengit juga terjadi dalam tubuh PDIP saat mendorong kader terbaiknya mengikuti kontestasi pilkada Kota Bekasi. Pasalnya, ada dua figur yang mengemuka dalam bursa cawalkot dari PDIP. Pertama Mochtar Mohammad (M2) dan kedua Tri Adhianto (Tri). Baik M2 maupun Tri kini sedang menunggu rekomendasi dari DPP PDIP untuk menjadi calon walikota Bekasi.

Menarik membahas siapa yang akan mendapat rekomendasi cawalkot Bekasi dari PDIP. Meski M2 dan Tri sama-sama menjadi kader PDIP. Kedua figur tersebut memiliki perbedaan mencolok jika ditelusuri dari aspek historis, ideologis dan empiris. M2 terbukti dan tidak diragukan sebagai kader PDIP tulen dan petarung sejati. M2 menjadi ketua PDIP yang berhasil membesarkan partai berlambang Banteng moncong putih itu di Kota Bekasi pasca reformasi bergulir. Saat menjadi wakil walikota dan walikota Bekasi, M2 juga terbukti mewujudkan program-program pro rakyat seperti pendidikan dan kesehatan gratis, infra struktur maupun kebijakan-kebijakan sosial lainnya. Sebagian besar warga kota Bekasi puas atas kinerjanya. Banyak yang mengakui keberhasilan dan prestasi M2 selama memimpin kota Bekasi. Bahkan tidak sedikit warga kota Bekasi yang merindukan M2 kembali memimpin kota Bekasi.

Sementara Tri dikenal publik sebagai kader PDIP yang sering berpindah-pindah partai dan sangat pragmatis. Setidaknya Tri pernah tiga kali berbaju partai yang berbeda, yakni Demokrat, Golkar dan PAN sebelum menempel ke PDIP. Semasa menjabat wakil walikota dan walikota Bekasi, Tri juga minim prestasi dan bahkan tak ada karya yang signifikan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Bekasi. Tri juga dinilai publik banyak melakukan kebijakan yang kontraproduktif hingga menyengsarakan warga kota Bekasi.

Baca Juga: Bargaining Politik Jokowi-Mega Jegal Anies

M2 memiliki karakter unggul, kecakapan seorang pemimpin, humanis dan seorang pembelajar. Kemampuan untuk berproses dan menapaki jalan terjal kepemimpinannya, membuat M2 dikenal sebagai pemimpin yang mudah bergaul, egaliter dan pandai merangkul kawan dan lawan politiknya. Talenta itu yang membuat M2 pernah menjadi ketua PDIP, anggota DPRD, wakil walikota dan walikota yang bisa dibilang berhasil dan berkesan di sebagian besar warga kota Bekasi. Satu kelebihan yang fundamental dalam diri M2 ialah loyalitas dan militansinya sebagai kader PDIP. M2 memiliki komitmen dan konsistensi sebagai pejuang partai dalam pelbagai situasi, baik saat PDIP menjadi “the rolling party” maupun sebagai oposisi. Perpormans M2 yang demikian itu yang menjadikannya kader PDIP yang ideologis.

Lain M2, lain pula Tri. Tri seperti menjadi kebalikannya dari figur M2. Kiprahnya Tri di partai politik laksana bunglon dan kutu loncat. Tri hinggap dari satu partai politik ke partai politik yang lainnya sesuai dengan kepentingan pribadinya. Tentu saja jabatan dan kekuasaan yang menjadi target dan itu melekat pada sosok Tri yang sangat adventurir dalam politik. Tidak hanya berbahaya dan beresiko bagi PDIP. Rekam jejak Tri sebagai wakil walikota dan walikota Bekasi sangat buruk dan banyak merugikan warga Kota Bekasi. Selain beberapa skandal korupsi yang banyak diangkat media (teranyar muncul dugaan skandal dana hibah KONI kota Bekasi). Tri juga pernah memutus belasan ribu TKK dari pemkot Bekasi yang notabene berlatar warga menengah ke bawah. Sebuah kebijakan yang melukai dan menyakitkan wong cilik Kota Bekasi. Eksistensi Tri sangat bertolak-belakang dengan karakter PDIP yang mengusung Marhaenisme. Tri dengan banyak kebijakannya saat menjabat wakil walikota dan walikota Bekasi, nyata-nyata merugikan PDIP dan warga Kota Bekasi dan sepertinya terbiasa mengangkangi nilai-nilai Soekarnoisme. Seperti itulah Tri yang identik bukan kader partai apalagi ideologis, melainkan hanya seorang oportunis.

Baca Juga: Akankah PKS Jadi PSK?

Jelang dikeluarkannya rekomendasi untuk calon walikota Bekasi. Bukan hanya kader PDIP, partai politik lainnya dan seluruh masyarakat Kota Bekasi. M2 yang dalam kampanyenya bertekad mewujudkan Trisakti Bung Karno di kota Patriot Bekasi. Atau Tri yang loncat sana loncat sini dan berwatak kapitalistik dan transaksional. Akankah DPP PDIP umumnya dan Ibu Megawati Soekarno Putri khususnya. bisa memutuskan yang terbaik buat PDIP dan warga kota Bekasi dalam memilih calon walikota Bekasi?. M2 atau Tri yang akan mendapat rekomendasi dari PDIP?.
Akankah M2 yang ideologis atau Tri yang oportunis?. M2 yang menjadi satu-satunya calon kepala daerah di Indonesia menggulirkan kampanye Trisakti Bung Karno, atau Tri yang akan jadi beban dan menyeret-nyeret PDIP di kota Bekasi karena disinyalir banyak skandal korupsinya dan sedang diintai KPK. Setidaknya Tri tidak disukai oleh banyak partai, menjadikan ia tak mampu merangkul dan membangun koalisi partai pendukung di kota Bekasi.

Penulis: Anggota Dewan Penasehat Yayasan Bagin Indonesia Center-YBIC

Editor : Redaksi