JAKARTA, HINews - Pengamat politik dari Etos Indonusa Institut, Iskandarsyah berpendapat bahwa keinginan sejumlah partai di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk merapat kepada pasangan Capres-Cawapres terpilih Prabowo-Gibran, dinilai hanya keinginan nafsu untuk ikut ambil bagian dari kekuasaan.
"Kami menilai bahwa partai di luar KIM yang ingin merapat ke pasangan Prabowo-Gibraban itu karena ada rasa kekhawatiran tidak ada di dalam kekuasaan. Dan kami menilainya itu sikap oportunis dan pecundang politik. Jangan-jangan partai itu bermain dua kaki, rakyat kan tak pernah tahu," kata Iskandar kepada Harnasnews, Kamis (25/4/2024).
Baca Juga: Rekomendasikan Cabup Badung di Luar Kader, Gerindra Bali Diingatkan Tidak Jumawa
Iskandar menilai, jika partai-partai di luar kubu 02 yang memilih sebagai oposisi atau bagian dari koreksi pemerintahan Prabowo-Gibran justru akan mendapat simpati dari publik.
"Tapi sebaliknya, jika partai di luar KIM itu masuk dalam pemerintahan Prabowo-Gibran maka akan menjadi preseden buruk. Dan pastinya rakyat tak akan percaya parpol itu. Sebab tak ada pembelajaran politik, jangan kontestasi pilpres hanya dijadikan lahan cari uang parpol semata," katanya.
Dia sangat menghargai jika partai-partai di luar pendukung 02 bersikap sebagai oposisi. Menurutnya, oposisi bukan hal yang buruk, justru sebagai penyeimbang kekuasaan.
"Misalnya, bila kekuasaan berbuat diluar batas, maka fungsi oposisi itu mengingatkan. Kita manusia kok, gudangnya salah dan khilaf," ujarnya.
Baca Juga: Dua periode Dituding Gagal Pimpin Brebes, Kader PDIP Terancam Ditinggal Sendiri di Pilkada
Iskandar mengatakan, terkait dengan kebijakan Prabowo yang siap merangkul partai diluar kubu 02, hal itu karena sikap pribadi (Prabowo) yang negarawan dan No Heart Feeling.
"Hanya saja saya menilai partai-partai bukan pendukungnya aja yang tiba-tiba pengen jatah kue kekuasaan yang tak tahu diri," tandas Iskandar.
Oleh karenanya, Iskandar meminta kepada parpol-parpol agar menyajikan pembelajaran politik yang baik kepada masyarakat. Sebab tujuan kontestasi di Pilpres itu adalah pemenang menjadi penguasa yang kalah menjadi oposisi (Penyeimbang).
Baca Juga: Agar Tidak Keluarkan Surat Rekom Pada Nonkader, Etos Indonesia: Gerindra Harus Belajar dari PDIP
Menurut dia, rekonsiliasi bukan loncat dan hanya ingin meminta jatah kue kekuasaan, tetapi rekonsiliasi kembali berpikir soal bangsa dan rakyat, sehingga tak ada lagi konflik yang membuat lapisan bawah juga menjadi kisruh.
"Seperti kemarin berselisih karena punya calon yang berbeda, begitu sudah ada yang menang ya akui, terima dengan legowo, tunjukkan kepada masyarakat kita bangsa yang beradab, bukan bangsa yang oportunis, jangan takut tak ada di lingkaran kekuasaan, toh kalian juga masih punya wakil kalian di Senayan sana," tegasnya.
Untuk itu, Iskandar menyarankan agar pembelajaran politik yang sehat harus terus disajikan kepada masyarakat, bukan politik akal-akalan parpol yang takut karena bukan bagian dari kekuasaan.**
Editor : Redaksi