Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Pemilu Tahun 2024  Telah Dibajak Rezim

Kertas suara Pilpres (Foto: Ist)
Kertas suara Pilpres (Foto: Ist)

JAKARTA, HINews -  Pemilihan umum yang dilaksanakan pada 14 Februari 2024 ternyata masih  menyisakan persoalan bagi masyarakat, bahkan sejumlah elemen masyarakat menuding bahwa penyelenggara pemilu keberpihakannya kepada salah satu pesta paslon capres-cawapres tertentu sangat jelas.

Sebagaimana dikutip dari viva.com bahwa Ketua KPU, Hasyim Asy‘ari, menyatakan boleh membawa ponsel (HP) ke dalam bilik suara.  Padahal Peraturan KPU (PKPU) No. 25 Tahun 2023 secara tegas melarang membawa ponsel (HP) ke dalam bilik suara, apalagi melakukan dokumentasi/ perekaman. 

Baca Juga: Temukan Kecurangan sistemik, MPW PP Jatim Minta KPU Hapus Suara Siluman DPD RI di Sirekap Jatim

Selanjutnya, pada Pasal 25 huruf e PKPU No. 25 Tahun 2023 dirancang untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik dalam proses Pemilu di Indonesia. Membawa ponsel atau alat perekam lainnya ke dalam bilik suara jelas membuka pintu selebar-lebarnya bagi praktik money politics. 

“Selengkapnya pasal 25 huruf e berbunyi sebagai berikut: Sebelum Pemilih melakukan pemberian suara, ketua KPPS: … e. mengingatkan dan melarang Pemilih membawa telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara,” demikian pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dalam keterangan persnya, Selasa (20/2/2024).

Koalisi menilai, pernyataan Ketua KPU tersebut jelas telah melanggar atau bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh KPU itu sendiri. 

“Ketua KPU seharusnya secara tegas menghormati dan menegakkan semua aturan terkait dalam pelaksanaan Pemilu. Pengabaian terhadap aturan ini dapat mengganggu integritas dan legitimasi proses dan hasil pemilihan serta merusak demokrasi secara keseluruhan,” jelasnya.

Baca Juga: Kecurangan Dalam Pemilu Akan Hilangkan Ruh Demokrasi

Atas dasar hal tersebut di atas, Koalisi mendesak:

  1. Ketua KPU RI, Hasyim Asy‘ari, segera dicopot dari jabatannya sebagai Ketua KPU dan dari keanggotaannya sebagai komisioner di KPU, mengingat ini merupakan pelanggaran berat dan sebelumnya dia juga sudah dijatuhi sanksi pelanggaran berat etik terakhir oleh DKPP;
  2. Legitimasi Pemilu segera dipulihkan sebagai instrumen luhur kedaulatan rakyat. KPU sudah dibajak rezim begitu pula dengan proses Pemilu yang terjadi, sehingga Pemilu dan penyelenggara Pemilu tidak legitimate.
  3. DPR RI segera mengevaluasi dan membentuk KPU yang baru dalam tempo sesingkat-singkatnya untuk pelaksanaan Pemilu ulang di seluruh wilayah di Indonesia. 

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis

(PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, YLBHI, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI). **

Baca Juga: Cegah Terulangnya Bencana Elektoral, KontraS: Pemilihan Umum 2024 Harus Mengedepankan Hak Asasi Manusia

 

 

Editor : Redaksi