Bukan Ditentukan Elektabilitas, Kerja Keras Kader PDi-P Bakal Jadi Penentu Kemenangan Puan Pada Pilpres 2024

avatar Harian Indonesia News
Puan Maharani (Foto: Istimewa)
Puan Maharani (Foto: Istimewa)

JAKARTA, HiNews - Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyarankan agar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengusung salah satu dari dua kadernya  dalam rangka penentuan nama bakal calon Presiden 2024.

Hal tersebut dikatakan Emrus menyikapi munculnya wacana nama kandidat calon Presiden 2024. Kedua nama tersebut kader PDIP yaitu Puan Maharani (Puan) atau Ganjar Pranowo (Ganjar).

Menurut Emrus, jika PDIP orientasi pada perjuangan politik ideologi partai di internal partai dan politik ideologi kebangsaan untuk negeri, sebaiknya PDIP usung Puan.

“Sebab, Puan cucu ideologi dan cucu kandung Bung Karno. Karena itu, Puan dipastikan lebih memegang teguh ajaran Bung Karno tentang antara lain keberagaman, pluralitas dan lebih berpihak kepada "wong cilik" daripada sosok tertentu,” ujar Emrus dalam keterangan tertulisnya yang diterima HiNews, Senin (23/1/2023).

Dia berpandangan bahwa peluang Puan menang terbuka lebar dengan kerja keras seluruh kader partai dan manajemen strategi komunikasi politik dan komunikasi pemasaran politik yang jitu dan handal.

Terbukti, pada awal pencalonan Ganjar periode pertama di Jawa Tengah, survei elektabilitas Ganjar termasuk rendah. Namun kerja keras PDIP dan ketokohan Puan di Jawa Tengah, berbuah hasil, Ganjar terpilih Gubernur. Sehingga pada Pilgub periode berikutnya lebih mudah memenangkan Ganjar.

Lebih lanjut, Emrus mengatakan jika PDIP orientasi perjuangan politik kontestasi Pemilu 2024, sebaiknya PDIP usung Ganjar, karena akan lebih mudah memenangkan pertarungan. Sebab, Ganjar masih bertengger di posisi atas dari berbagai hasil survei.

“Selain itu, saya melihat bahwa Ganjar lebih cenderung mendapat dukungan mayoritas dari bermacam kalangan dan identitas dalam arti yang positif,” ungkapnya.

Kendati demikian, kata Emrus, perlu memunculkan kesadaran baru di negeri ini, secara de facto hampir pasti jabatan presiden di Indonesia dua periode, karena presiden periode pertama tersebut berada di titik pusat panggung komunikasi politik nasional.

“Selain itu, jika disimak konstitusi kita, sangat jamak kekuasaan di tangan presiden, antara lain, mulai dari ikut serta berperan aktif membuat UU hingga mengeluarkan Perpu,” ungkapnya.

Bahkan, Presiden berwenang mengangkat, memberhentikan dan memperpanjang masa jabatan pimpinan eksekutif. Kewenangan ini berpotensi melanggengkan kekuasaan Presiden periode kali kedua.

“Karena itu, siapa Presiden terpilih 2024, ia akan bisa berkuasa hingga 2034. Pada rentang 10 tahun tersebut bisa saja banyak "penataan" politik terjadi di tanah air,” tandas Emrus.

“Karena itu, sosok (siapapun dia) yang ingin maju kali pertama calon Presiden pada Pemilu 2029, berpotensi menelan pil pahit kekalahan,” tegasnya.

Atas dasar kemungkinan kenyataan politik tersebut, sosok yang bersangkutan tidak akan pernah maju lagi untuk periode 2034, bahkan boleh jadi untuk seterusnya.

“Baginya, kesempatan menjadi Presiden dalam rangka mensejahterakan rakyat bisa saja hilang "ditelan badai" politik,” ucap Emrus. (Yan)

 

Editor : A1H